Seorang siswa kelas 6 sekolah dasar (SD) di Lumajang, ditangkap polisi
karena dituduh menghamili temannya setelah terpengaruh video porno. Satu
lagi dampak buruk tayangan film porno melalui VCD yang bisa diperoleh
dengan bebas di pasaran merusak moral generasi bangsa ini. Mirisnya,
kejadian ini menimpa seorang bocah ingusan yang masih duduk di bangku
kelas 6 SD di Dusun Sukosari, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro,
Lumajang, Jawa Timur.
Bocah berinisial WY (12) itu melakukan seks bebas dengan anak gadis
tetangganya, EK, yang berusia tiga tahun di atasnya atau 15 tahun hingga
hamil enam bulan. Perbuatan buruk WY ini sebagai dampak buruk dari
kegemarannya menonton VCD porno di rumah salah seorang temannya.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh, kediaman WY dan EK hanya berjarak
beberapa meter. EK sendiri selama ini tak sekolah karena menderita
keterbelakangan mental alias idiot.
Kasus ini terungkap setelah orangtua EK melihat adanya perubahan fisik
pada diri putrinya. Karena curiga, mereka memeriksakan anak gadis itu ke
seorang bidan. Hasil pemeriksaan, EK positif hamil. Itulah yang
menggegerkan kedua orangtuanya.
Apalagi, mereka mendapatkan pengakuan bahwa orang yang menghamili EK tak
lain adalah WY yang masih tetangganya. Atas keterangan ini, akhirnya
orangtua EK melaporkan perbuatan pelajar SD itu ke Mapolsek Candipuro,
Selasa (8/2) siang.
Menyusul laporan itu, petugas langsung menjemput WY di rumahnya saat
bocah itu baru pulang dari sekolah. Lantaran kasus ini melibatkan korban
dan pelaku yang masih di bawah umur, aparat Polsek Candipuro
melimpahkannya ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan
Reskrim Polres Lumajang.
Guna mengungkap kasus ini, petugas memboyong WY dan EK didampingi
orangtua masing-masing serta perangkat Desa Sumberwuluh ke Mapolres
Lumajang untuk menjalani proses hukum. Dalam pemeriksaan terungkap juga
bahwa WY telah melakukan perbuatan itu cukup lama alias sudah
berkali-kali.
Kepada petugas, pelajar itu mengaku bahwa dia melakukan perbuatan
tersebut bersama korban pertama kali sebelum Lebaran 2010. Tindakan itu
dia lakukan lantaran terdorong nafsu setelah sering melihat tayangan
film porno melalui VCD di rumah temannya.
“Saya sering melihat film porno di rumah teman saya berinisial RC. Saya
melihat film porno melalui VCD yang diberi seseorang kenalan,” kata WY
blak-blakan.
Yang mengejutkan lagi, di usianya yang masih anak-anak itu, WY tak hanya
melakukan seks bebas, tapi sudah terbiasa dengan minuman keras dan
obat-obatan berbahaya. Bocah ingusan ini mengaku sering menenggak pil
koplo dan mabuk-mabukan bersama teman-temannya.
Dia mengaku, setelah menonton film porno, rasa ingin melakukan sendiri
begitu dahsyat. Makanya, dia mendatangi EK. Secara kebetulan pula, saat
itu kediaman EK sedang kosong. Dia lantas mengajak korban masuk kamar,
lalu menyetubuhinya. Perbuatan itu leluasa dilakukan tersangka karena
orangtua korban sedang tidak berada di rumah.
“Perbuatan itu awalnya memang ada pemaksaan. Sampai-sampai WY melakukan
pemaksaan dengan merobek celana dalam EK,” kata Kapolsek Candipuro Ajun
Komisaris H Sutopo.
Perbuatan pertama itu tak terendus, karena WY mewanti-wanti agar EK tak
melaporkannya kepada siapa pun. Pengalaman pertama itu membuat WY
ketagihan, sehingga terus mengulang perbuatannya. Dan, terakhir kali
pekan lalu sebelum perbuatan itu terbongkar.
“Meski korban diketahui hamil, WY masih terus melakukan hubungan intim
dengan EK di rumahnya. Sampai akhirnya, perbuatannya terbongkar berkat
kecurigaan orangtua EK,” ujar Kapolsek.
Menurut Kapolsek, karena perbuatan ini melibatkan anak di bawah umur,
pasal yang dikenakan adalah Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Namun, untuk proses penyidikan, ungkapnya,
dilimpahkan ke Unit PPA Satuan Reskrim Polres Lumajang.
Hanya saja, lanjutnya, untuk melengkapi prosedur penyidikan pihaknya
telah memintakan visum dari dokter yang menyatakan bahwa korban EK
memang hamil 6 bulan. “Kami juga telah menyita VCD porno yang menjadi
pemicu WY melakukan perbuatan itu untuk proses penyidikan lebih lanjut,”
tambahnya.
Sementara itu, keterlibatan anak SD dalam mengakses atau menonton
tayangan pornografi saat ini sudah dalam tahap memprihatinkan.
Berdasarkan hasil penelitian Yayasan Kita dan Buah Hati, sejak tahun
2008 sampai 2010 muncul fakta bahwa 67 persen dari 2.818 siswa SD kelas
IV, V, dan VI di wilayah Jabodetabek mengaku pernah mengakses informasi
pornografi. Sekitar 24% mengaku melihat pornografi melalui media komik,
22% dari internet, 17% dari game, 12% dari film di televisi, dan 6%
melalui telepon genggam.
Menurut Elly, pengurus Yayasan Kita, komik dan game perlu diwaspadai.
Komik Naruto, game Counter Strike dan Point Blank, ujarnya, sangat
digemari anak-anak. Belakangan ini, kata Elly, ada game baru bernama
Rape Play (Permainan Perkosaan) yang bisa diunduh secara gratis dari
internet.
Menurut dia, tontonan-tontonan itu telah menanamkan pornografi di benak
anak-anak dan remaja. Makanya, belakangan ini banyak pertanyaan dari
anak SD yang sudah berbau seks seperti halnya orang dewasa.
Menurut survei, lanjutnya, kebanyakan anak-anak (sekitar 48%) melihat
pornografi justru di rumah. Dan, orangtua mereka tanpa sadar membayari
biaya internet dan pulsa telepon genggam anak-anaknya.
Selain itu, yang juga perlu dikhawatirkan, imbuh Elly, saat ini kita
belum mempunyai ahli pengobatan khusus pornografi. Padahal, sebagaimana
dikatakan Randy Hyde, anak-anak yang mengalami kejadian ini harus segera
dibantu. Pasalnya, bukan saja merusak mental sang pecandu pornografi,
tapi bagian otaknya pun ikut terpengaruh. Jika kecanduan narkoba merusak
tiga bagian otak, maka kecanduan pornografi bisa merusak lima bagian
otak.
“Harus kita tangani secara serius sebelum terlambat. Jangan sampai menjadi fenomena gunung es,” kata Elly.
Sedangkan praktisi home schooling Seto Mulyadi mengatakan, orangtua
harus intensif mendampingi anak untuk mengantisipasi dampak pemberitaan
video seks. Komunikasi orangtua dan anak harus mengutamakan dialog.
“Orangtua harus mendengarkan pendapat anak tentang kasus itu. Jangan memberi ceramah panjang lebar,” katanya.
Orangtua diminta proaktif berdialog dengan anak terkait peredaran video
seks itu. Namun, orangtua sebaiknya lebih banyak mendengarkan anak
daripada menasehatinya.
“Yang harus dilakukan adalah dialog. Lalu, orangtua bisa mengkaitkan
kasus itu dengan nilai-nilai moral maupun agama yang telah diajarkan,”
katanya.
Menurut dia, penyebar video seks itu telah melakukan tindak kriminal dan
harus diproses hukum. Pemberitaan dan penyebaran video itu mengancam
perkembangan jiwa anak yang dalam proses imitasi atau meniru.
“Penyebaran video itu membuat masyarakat goncang,” ujarnya.
sumber http://detektifromantika.wordpress.com/