English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Senin, 02 Juli 2012

Siswa Kelas 6 SD Hamili Siswi Kelas 1 SMP

Seorang siswa kelas 6 sekolah dasar (SD) di Lumajang, ditangkap polisi karena dituduh menghamili temannya setelah terpengaruh video porno. Satu lagi dampak buruk tayangan film porno melalui VCD yang bisa diperoleh dengan bebas di pasaran merusak moral generasi bangsa ini. Mirisnya, kejadian ini menimpa seorang bocah ingusan yang masih duduk di bangku kelas 6 SD di Dusun Sukosari, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Lumajang, Jawa Timur.


 

Bocah berinisial WY (12) itu melakukan seks bebas dengan anak gadis tetangganya, EK, yang berusia tiga tahun di atasnya atau 15 tahun hingga hamil enam bulan. Perbuatan buruk WY ini sebagai dampak buruk dari kegemarannya menonton VCD porno di rumah salah seorang temannya.

Berdasarkan keterangan yang diperoleh, kediaman WY dan EK hanya berjarak beberapa meter. EK sendiri selama ini tak sekolah karena menderita keterbelakangan mental alias idiot.

Kasus ini terungkap setelah orangtua EK melihat adanya perubahan fisik pada diri putrinya. Karena curiga, mereka memeriksakan anak gadis itu ke seorang bidan. Hasil pemeriksaan, EK positif hamil. Itulah yang menggegerkan kedua orangtuanya.

Apalagi, mereka mendapatkan pengakuan bahwa orang yang menghamili EK tak lain adalah WY yang masih tetangganya. Atas keterangan ini, akhirnya orangtua EK melaporkan perbuatan pelajar SD itu ke Mapolsek Candipuro, Selasa (8/2) siang.

Menyusul laporan itu, petugas langsung menjemput WY di rumahnya saat bocah itu baru pulang dari sekolah. Lantaran kasus ini melibatkan korban dan pelaku yang masih di bawah umur, aparat Polsek Candipuro melimpahkannya ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reskrim Polres Lumajang.

Guna mengungkap kasus ini, petugas memboyong WY dan EK didampingi orangtua masing-masing serta perangkat Desa Sumberwuluh ke Mapolres Lumajang untuk menjalani proses hukum. Dalam pemeriksaan terungkap juga bahwa WY telah melakukan perbuatan itu cukup lama alias sudah berkali-kali.

Kepada petugas, pelajar itu mengaku bahwa dia melakukan perbuatan tersebut bersama korban pertama kali sebelum Lebaran 2010. Tindakan itu dia lakukan lantaran terdorong nafsu setelah sering melihat tayangan film porno melalui VCD di rumah temannya.

“Saya sering melihat film porno di rumah teman saya berinisial RC. Saya melihat film porno melalui VCD yang diberi seseorang kenalan,” kata WY blak-blakan.

Yang mengejutkan lagi, di usianya yang masih anak-anak itu, WY tak hanya melakukan seks bebas, tapi sudah terbiasa dengan minuman keras dan obat-obatan berbahaya. Bocah ingusan ini mengaku sering menenggak pil koplo dan mabuk-mabukan bersama teman-temannya.

Dia mengaku, setelah menonton film porno, rasa ingin melakukan sendiri begitu dahsyat. Makanya, dia mendatangi EK. Secara kebetulan pula, saat itu kediaman EK sedang kosong. Dia lantas mengajak korban masuk kamar, lalu menyetubuhinya. Perbuatan itu leluasa dilakukan tersangka karena orangtua korban sedang tidak berada di rumah.

“Perbuatan itu awalnya memang ada pemaksaan. Sampai-sampai WY melakukan pemaksaan dengan merobek celana dalam EK,” kata Kapolsek Candipuro Ajun Komisaris H Sutopo.

Perbuatan pertama itu tak terendus, karena WY mewanti-wanti agar EK tak melaporkannya kepada siapa pun. Pengalaman pertama itu membuat WY ketagihan, sehingga terus mengulang perbuatannya. Dan, terakhir kali pekan lalu sebelum perbuatan itu terbongkar.

“Meski korban diketahui hamil, WY masih terus melakukan hubungan intim dengan EK di rumahnya. Sampai akhirnya, perbuatannya terbongkar berkat kecurigaan orangtua EK,” ujar Kapolsek.

Menurut Kapolsek, karena perbuatan ini melibatkan anak di bawah umur, pasal yang dikenakan adalah Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun, untuk proses penyidikan, ungkapnya, dilimpahkan ke Unit PPA Satuan Reskrim Polres Lumajang.

Hanya saja, lanjutnya, untuk melengkapi prosedur penyidikan pihaknya telah memintakan visum dari dokter yang menyatakan bahwa korban EK memang hamil 6 bulan. “Kami juga telah menyita VCD porno yang menjadi pemicu WY melakukan perbuatan itu untuk proses penyidikan lebih lanjut,” tambahnya.

Sementara itu, keterlibatan anak SD dalam mengakses atau menonton tayangan pornografi saat ini sudah dalam tahap memprihatinkan. Berdasarkan hasil penelitian Yayasan Kita dan Buah Hati, sejak tahun 2008 sampai 2010 muncul fakta bahwa 67 persen dari 2.818 siswa SD kelas IV, V, dan VI di wilayah Jabodetabek mengaku pernah mengakses informasi pornografi. Sekitar 24% mengaku melihat pornografi melalui media komik, 22% dari internet, 17% dari game, 12% dari film di televisi, dan 6% melalui telepon genggam.

Menurut Elly, pengurus Yayasan Kita, komik dan game perlu diwaspadai. Komik Naruto, game Counter Strike dan Point Blank, ujarnya, sangat digemari anak-anak. Belakangan ini, kata Elly, ada game baru bernama Rape Play (Permainan Perkosaan) yang bisa diunduh secara gratis dari internet.

Menurut dia, tontonan-tontonan itu telah menanamkan pornografi di benak anak-anak dan remaja. Makanya, belakangan ini banyak pertanyaan dari anak SD yang sudah berbau seks seperti halnya orang dewasa.

Menurut survei, lanjutnya, kebanyakan anak-anak (sekitar 48%) melihat pornografi justru di rumah. Dan, orangtua mereka tanpa sadar membayari biaya internet dan pulsa telepon genggam anak-anaknya.

Selain itu, yang juga perlu dikhawatirkan, imbuh Elly, saat ini kita belum mempunyai ahli pengobatan khusus pornografi. Padahal, sebagaimana dikatakan Randy Hyde, anak-anak yang mengalami kejadian ini harus segera dibantu. Pasalnya, bukan saja merusak mental sang pecandu pornografi, tapi bagian otaknya pun ikut terpengaruh. Jika kecanduan narkoba merusak tiga bagian otak, maka kecanduan pornografi bisa merusak lima bagian otak.

“Harus kita tangani secara serius sebelum terlambat. Jangan sampai menjadi fenomena gunung es,” kata Elly.

Sedangkan praktisi home schooling Seto Mulyadi mengatakan, orangtua harus intensif mendampingi anak untuk mengantisipasi dampak pemberitaan video seks. Komunikasi orangtua dan anak harus mengutamakan dialog.

“Orangtua harus mendengarkan pendapat anak tentang kasus itu. Jangan memberi ceramah panjang lebar,” katanya.

Orangtua diminta proaktif berdialog dengan anak terkait peredaran video seks itu. Namun, orangtua sebaiknya lebih banyak mendengarkan anak daripada menasehatinya.

“Yang harus dilakukan adalah dialog. Lalu, orangtua bisa mengkaitkan kasus itu dengan nilai-nilai moral maupun agama yang telah diajarkan,” katanya.

Menurut dia, penyebar video seks itu telah melakukan tindak kriminal dan harus diproses hukum. Pemberitaan dan penyebaran video itu mengancam perkembangan jiwa anak yang dalam proses imitasi atau meniru. “Penyebaran video itu membuat masyarakat goncang,” ujarnya.

sumber http://detektifromantika.wordpress.com/

Artikel Terkait